[My Experience] Mendalami Kue Ombus-ombus di Kota Kelahiran nya!

Rabu, 25 Oktober 2017 Saya dan kawan terbang ke Tapanuli Utara tepatnya ke Siborongborong, suatu kota kecil berdekatan dengan Danau Toba dan hanya kurang lebih satu jam menuju pusat kota wisata Tarutung di Tapanuli Utara. Kota Siborongborong inilah kota lahirnya kue mungil yang hangat dan super awesome enak dilahirkan, yaitu Ombus-ombus.

Perjalanan Jakarta-Siborongborong
Pesawat penerbangan pukul 5 pagi membawa kami menuju Medan. Ya, Kami membeli penerbangan transit. Untuk ke Siborongborong, bandara yang kita tuju adalah bandara Silangit dan hanya 30 menit untuk terbang dari Medan ke Silangit. Sesampainya di Silangit, layaknya turis (wajah tionghoa) di antara kerumunan, menyita para pekerja yang "berjasa" untuk mengantarkan para "turis" ke tempat yang ingin mereka tuju. WOW! Kami dibanderol 50ribu rupiah per orang untuk hanya sekitar 10 menit ke tempat tujuan dengan mobil. Baiklah, hal seperti itu harus Kami rasakan.

Bagi Saya, ini pengalaman yang menyenangkan karena baru kali pertama Saya menginjakkan kaki di pulau Sumatera. Masih ada ratusan bahkan ribuan pulau di Indonesia yang ingin Saya pijak, setidaknya kali ini sedikit keinginan Saya terpenuhi.

Singkat cerita, kami tiba di Hotel, hotel yang sangat sederhana tapi terasa nyaman karena temperatur kota Siborongborong yang menyejukkan membuat Saya betah berlama-lama di kota ini.
Kalau boleh jujur, Saya punya sedikit ketakutan dalam menghadapi orang-orang Batak di sana, tanpa merasa aneh kami pun sangat memproteksi diri dari bahaya apapun selagi kami berkeliling sekitar terminal Siborongborong.

Tibalah kami di Kedai Ombus-ombus No. 1. Dan lagi lagi kalau boleh jujur, Saya sangat senang "nongkrong" di kedai ini. Bertemulah kami dengan pengusaha Ombus-ombus sekaligus putra dari Pencetus Nama Ombus-ombus. Pak Walben Siahaan dan Istri, merupakan subyek wawancara kami karena menurut Kami beliau lah narasumber paling mutakhir untuk menceritakan bagaimana sejarah lahirnya Ombus-ombus? Berkat keramahan nya, Kami bisa menyaksikan dengan mata telanjang keindahan Danau Toba yang hanya 30 menit dari Kedai menggunakan motor. 


Kami pun meng-akrab-kan diri dengan lingkungan dan seisi semesta kota Siborongborong. Kamipun berkali kali diingatkan untuk selalu berhati-hati di sana meskipun pak Horden Silalahi (Jurnalis Tapanuli News) yang salah satu narasumber kita juga mengatakan "Kata-kata kami memang kasar, tapi hati kami lebih lembut daripada kapas".
Pengalaman tinggal dan mendalami kehidupan di Siborongborong, tidak membuat Saya kapok, dan hangatnya Ombus-ombus apalagi dibarengi Kopi panas, membuat Saya betah berlama-lama di sini. Saya akui saya sangat suka Ombus-ombus pak Walben :)


Perjalanan Siborongborong-Medan
Medan. Orang bilang Medang adalah surga kuliner. Tujuan kami di Kota Medan adalah mendatangi Universitas Sumatera Utara (USU) untuk menemui salah satu ahli akademisi di bidang Antropologi dan Etnomusikologi. Bu Rytha Tambunan, Beliau lah narasumber yang kami hubungi untuk melakukan wawancara. Ibu Rytha baru saja membalas email Kami ketika kami sudah di USU, alangkah beruntung nya kami.

Sementara menunggu balasan dan kabar dari Ibu Rytha, kami mewawancarai salah satu dosen Etnomusikologi yang berdarah Batak bernama pak Mauly Purba. Beliau kami wawancarai tentang lagu Marombus-ombus, lagu yang menceritakan kue Ombus-ombus. Saya selalu merasa kagum pada orang-orang Batak, seluruh fenomena, kearifan lokal, keindahan, dan budaya mereka disampaikan melalui lagu, dan salah satunya adalah lagu makanan tradisional Siborongborong yaitu Marombus-ombus. pak Mauly Purba pun menceritakan pengalaman makan Ombus-ombus dan pengalaman pertama kali mengenal lagu Marombus-ombus. Wawancara selama kurang lebih 1 jam yang berkesan bagi kami. Terima kasih pak Mauly :)
Pukul 1 siang kami mendatangi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, berjalan kaki dari Fakultas Ilmu Budaya ke Fisip lumayan jauh dan membuat kaki pegal. Namun apalah arti pegal, semangat bertemu narasumber mengalahkan rasa letih dan panas nya terik matahari yang membakar ujung kepala kami. Kami disambut dengan ramah dan luar biasa oleh Ibu Rytha, wawancara pun berlangsung selama 1 jam 30 menit karena perbincangan yang seru tentang apa itu Antropologi membuat kami pensaran. Penasaran apa itu Antropologi, apa saja riset yang dilakukan. Beliau juga menyarankan kami untuk melanjutkan studi ke India, menurut beliau India merupakan tempat yang sesuai dan mendukung kegiatan penelitian Ilmu Hayati. Dalam wawancara yang kami lakukan, Ibu Rytha menceritakan detail bagaimana muncul nya Ombus-ombus di tanah Batak. Bahkan, Ibu Rytha mengantar kami ke hotel. Pengalaman yang penuh keramahan, lagi-lagi membuat saya nyaman menjalankan tugas kuliah ini. Terima Kasih Ibu Rytha :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KETERAMPILAN MANAJEMEN] Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Alat dan Proses

Mengenal OMBUS-OMBUS, Makanan Tradisional khas Batak

[BUDAYA MAKANAN] Bakar Batu, Tradisi Makan Masyarakat Papua