[BUDAYA MAKANAN] Aspek-aspek yang Memengaruhi Kebudayaan Makanan Masyarakat

Image result for local food


Kebudayaan dapat beragam dan berbeda-beda oleh sebab tradisi yang dianut tiap daerah berbeda beda. Hal lain nya mungkin disebabkan oleh pengaruh-pengaruh luar yang berbeda cara mempengaruhi nya. Bahkan, kondisi alam di daerah tertentu pun dapat berperan dalam memengaruhi kebudayaan makanan masyarakat di tiap daerah. Berikut ini 6 (enam) aspek yang menurut Penulis dapat menjadi pengaruh kebudayaan makanan di tiap daerah dan tiap masyarakat dapat berbeda:

1. Iklim
Iklim merupakan aspek yang cukup kuat untuk mempengaruhi kebudayaan masyarakat khususnya makanan. Di daerah yang beriklim tropis, dingin, panas, dan gersang akan berbeda beda pola hidup dan kebudayaan makanan nya. Tentu saja, di daerah yang beriklim dingin, akan terbiasa memproduksi makanan ataupun minuman yang bersifat menghangatkan tubuh setiap kali mengonsumsinya. Dan, akan tidak cocok jika kebudayaan makanan di daerah beriklim dingin dibawa atau dikonsumsi di daerah beriklim panas. Kemudian, bermula dari iklim tersebut, membentuk suatu kebiasaan masyarakat lokal dalam memproduksi makanan sesuai dengan kondisi iklim daerah yang mereka tempati. Di Indonesia, minuman Jahe sering sekali diminum di daerah pegunungan, di Pasundan juga banyak mengonsumsi Bandrek, Susu Jahe, dsb.
Image result for bandrek

2. Letak Geografis
Kalau dari judulnya, seperti nya ini bisa digolongkan juga ke dalam Iklim, namun letak geografis yang dimaksud adalah meliputi persebaran budaya dan bahan pangan yang dihasilkan. Kebudayaan dapat disebar dengan jika suatu daerah berdekatan, namun tidak menutup kemungkinan daerah yang berjauhan pun memiliki kebudayaan yang mirip. Sebagai contoh kebudayaan yang dimiliki masyarakat Batak di Sumatera Utara mirip dengan kebudayaan masyarakat Toraja di Sulawesi Selatan. Kalau dari segi kebudayaan makanan, tentu saja bumbu yang digunakan akan mirip antar daerah yang berdekatan, misalnya Aceh, Padang dan Batak yang rata-rata penggunaan bumbu masakan nya mirip. Bahan pangan yang tumbuh secara alami pun membuat masyarakat setempat memanen apa yang ada di kebun lalu kemudian memproses nya, akan berbeda di tiap daerah bergantung kesuburan tanaman tersebut dapat ditumbuhi.

3. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang dimiliki masyarakat setempat dahulu sangat minim, pendidikan yang mereka peroleh di jaman dulu masih sangat rendah, sehingga manusia akan bertahan hidup dengan pola pikir yang minim dan memproses makanan seadanya. Manusia yang memiliki akal lebih, akan memproses makanan dengan tujuan yang mereka inginkan, misalnya mereka ingin mengolah makanan untuk memperpanjang umur simpan, atau hanya sekedar layak di makan dan aman di perut. Masyarakat Jawa di jaman pendidikan berpikir untuk mengolah makanan yang dapat tahan dalam beberapa lama karena pada saat itu sedang terjadi musim panceklik di mana bahan pangan sulit didapatkan, dengan demikian mereka memproduksi Tiwul atau Gaplek sebagai makanan yang dapat disimpan dan dikonsumsi cukup untuk memenuhi kebutuhan perut mereka. 
Image result for gaplek tiwul

4. Politik dan Hukum
Faktanya, tiap Negara atau suatu daerah menganut hukum yang berbeda-beda. Dari situ akan menghasilkan pola kebiasaan makan masyarakat yang berbeda-beda pula. Di Indonesia, Jeroan sudah lazim menjadi makanan sehari hari. Jeroan yang dimaksud adalah organ-organ yang mungkin sebenarnya tidak layak dikonsumsi bagi beberapa belahan Negara seperti di Eropa yang melarang Jeroan dijadikan bahan makanan, hukum yang berlaku mengatakan bahwa Jeroan bukan merupakan makanan melainkan organ hewan yang harus dibuang dan dianggap dapat memberikan efek buruk pada kesehatan. Namun, di Indonesia, sah-sah aja tuh mengonsumsi jeroan, dan tidak diberlakukan hukum mengenai larangan mengonsumsi Jeroan, ya kan?
Image result for jeroan

5. Adat dan Kebiasaan
Berbicara soal Adat dan Kebiasaan, ini identik dengan masyarakat Tionghoa yang memiliki cara atau kebiasaan makan yang berbeda dengan Negara lain. Misalnya penggunaan alat makan menggunakan sumpit, mangkuk bundar, harus berwarna putih, dan lain-lain. Beberapa Negara juga mengatakan bahwa sendawa merupakan simbol ucapan terima kasih kepada sang penyaji makanan juga sebagai rasa hormat kepada penyaji, namun, di Eropa, sendawa di anggap tidak sopan dan mengganggu ketenangan orang sekitar.

6. Agama dan Kepercayaan
Kalau membahas soal agama atau kepercayaan, sebenarnya agak sensitif ya. Seperti kita tahu, setiap agama mengajarkan tata krama yang baik namun dari segi makanan, ada yang diHalalkan ada pula yang diHaramkan. Umat Muslim tidak mengonsumsi Babi karena dalam ajaran nya memang daging Babi diHaramkan. Umat Hindu tidak mengonsumsi Sapi karena bagi ajaran nya, Sapi memiliki tingkat kehormatan yang tinggi dan sebagai simbol kehidupan. Umat Buddha banyak menganut pola makan vegetarian. Nah dari keberagaman itulah kebudayaan makanan masyarakat menjadi berbeda-beda. 
Image result for halal non halal

Nah, itu dia 6 aspek menurut Penulis, kalau ada kekurangan mohon dimaafkan, sekalian mohon ditambahkan di kolom komentar hehehehe


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[KETERAMPILAN MANAJEMEN] Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Alat dan Proses

Mengenal OMBUS-OMBUS, Makanan Tradisional khas Batak

[BUDAYA MAKANAN] Bakar Batu, Tradisi Makan Masyarakat Papua