[BUDAYA MAKANAN] Tradisi Megibung sebagai Tradisi Makan Bersama Masyarakat Bali
Masyarakat Bali mengenal tradisi makan yang disebut dengan Megibung, di mana pada tradisi ini masyarakat Bali menikmati aneka lauk makanan secara bersama-sama dalam satu wadah, berbagi lauk dan nasi.
Makan bersama sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia. Namun, proses ini menggunakan alas makan berupa satu batang daun pisang. Megibung diambil dari istilah "gibungan" yaitu segepok nasi dengan alas gelaran daun, megibung dilakukan dengan makan bersama secara melingkar, dan "Karangan" yang mengartikan istilah lauk pauk. Tradisi ini biasanya dilakukan di daerah Karangasem, Bali. Namun, di beberapa wilayah lain juga melakukan tradisi ini termasuk pada saat hajatan ataupun pada upacara Ngaben.
Sejarah Tradisi Megibung Karangasem diyakini dimulai dari sekitar tahun 1692 Masehi. Ketika itu, Raja I Gusti Anglurah Ketut Karanangasem berperang melawan kerajaan di Sasak, Lombok. Pada saat itu, Raja memerintahkan agar prajurit makan bersama dengan membuat formasi melingkar dan Raja pun ikut makan bersama dengan masyarakat termasuk anak-anak.
Makanan yang Disajikan saat tradisi Megibung berlangsung biasanya berupa sate. Sate khusus ini disajikan saat megibung yang terdapat sembilan cariasi sebagai lambang sembilan arah mata angin. Selain itu lauk pauk yang disajikan seperti sosis, pepesan daging, sayur urap, sayur daun belimbing dan lain-lain dan diletakkan di atas segepok nasi.
Tradisi ini pun memiliki aturan yang harus dipatuhi, aturan tersebut yaitu harus mencuci tangan terlebih dahulu, tidak boleh menjatuhkan sisa makanan dari suapan, dan tidak boleh meninggalkan tempat apabila sudah kenyang melainkan harus menunggu teman yang lainnya selesai. Tertawa juga tidak boleh terlalu keras. Air yang disediakan ada di dalam sebuah kendi yang terbuat dari tanah liat, untuk meminumnya pun harus diteguk agar bibir tidak menyentuh ujung kendi.
Komentar
Posting Komentar